Senin, 27 Oktober 2008

Estetika Erotis: Bagian Kedua

Keindahan Ketubuhan

Manifestasi penting keindahan sebagai pengalaman ketubuhan yang mendekati dunia alamiah seperti hewan adalah pengalaman hubungan seks, demikian Faruk HT. Seks itu merupakan pengalaman yang menyenangkan dan menimbulkan hasrat untuk terus mendapatkannya. Kesenangan dan hasrat itu merupakan hasil dari keindahan.


Keindahan sesekali merupakan refleksi dari situasi dan masalah masyarakat sebagai hasil interaksi terus-menerus dengan nilai kebudayaan dan nilai kehidupan lainnya.


Keindahan merupakan terjemahan estetis
pengalaman kejiwaan, pengalaman sosial, atau pengalaman keagamaan seseorang atau sekelompok orang. Artinya, keindahan itu merupakan hasil dari kebudayaan.

Tentu saja, keindahan itu berubah dari waktu kewaktu sesuai dengan perubahan kebudayaan.

Contoh digambarkan oleh Sardono bahwa tari tradisional menguak kunci tentang bagaimana persoalan ekonomi, ekologi, masalah religius atau konflik kejiwaan suatu kelompok etnis mendapat pengungkapannya secara koreografis. Jadi melihat tarian berarti memahami struktur terdalam suatu masyarakat.

Demikian pula melihat seksualitas dari suatu sudut pandang akan terlihat struktur suatu masyarakat. Jadi, seksualitas merupakan hasil interaksi nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan.


Communitization

Akhir-akhir ini Pak Hermawan suka sekali dengan Communitization. Secara offline digambarkan via buku Mangan Ora Mangan Kumpul karyanya Umar Kayam. Secara online digambarkan via Fesbuk (FaceBook) untuk menggambarkan jaringan yang terbentuk.

Jadi ditekankan bahwa pada era marketing sekarang persoalan bukan lagi tentang Segmentasi, Target, dan Posisi dari suatu produk dengan menciptakan Customer Relationship Management yang penuh dengan data-data konsumen tetapi pasif alias data hanya sebagai data mati. Untuk bertahan ada interaksi antara perusahaan dan pelanggannya. Apalagi ditambah dengan kesamaan nilai-nilai (values).

Berandai-andai:

Jadi bila kita mau jual cendol, kita perlu membuat komunitas kuliner pecinta cendol. Wah, menarik juga ya. Nanti kita buat kartu anggota pecinta cendol, kalau beli dengan menunjukkan kartu anggota masih dapet diskon, dan juga sebagai anggota nanti mendapat newsletter tentang perkembangan cendol terkini. Misal, available now, cendol dengan topping strawberry. Nyamnyam....

Nah, kemudian digelar gathering untuk membahas tentang cendol tiap bulan dan disediakan alamat email untuk memberi masukan, cendol seperti apa yang diinginkan pelanggan.

Setiap setengah tahun diadakan seminar: Cendol: kuliner genuine masyarakat: akar sejarah dan budaya, yang menengahkan bahwa penikmat cendol ini secara budaya merupakan orang-orang yang cinta tanah air, karena lidahnya sangat indonesia.

Terus digelar juga ekhibisi ke kota-kota untuk memperkenalkan cendol baru. Di buka gerai-gerai di tiap kabupaten, dibentuk komunitas pecinta cendol. Brand Image diangkat setara dengan Starbucks: pour your heart into cendol.

Nah loh.

Kamis, 02 Oktober 2008

Estetika Erotis: Bagian Pertama

Bagian Pertama

Norma dalam menakar seks?

Situasi kontemporer memaparkan dunia perbatasan. Moral yang berada di tengah atau moral abu-abu. Dunia yang belum lepas dari tradisi lama namun belum mencapai kemapanan nilai. Moral abu-abu ini membuat kegamangan tentang mana yang baik dan yang tidak.

"Umur 13 sudah berhubungan intim dengan teman sekelas. Sejak itu tidak mau lagi pacaran serius. Gonta-ganti cowok dan berhubungan intim hanya untuk senang-senang saja...."

"Saya sering bolos. Nongkrong di cafe terus lanjut ke hotel. Kalau sudah on saya punya kebiasaan tripping di pangkuan orang, nggak peduli cowok atau cewek."

"Kegadisanku hilang di Sydney. Setelah itu kerajingan untuk bersebadan."

"Lampu dim, masuk mobil. Seks, oke. Easy going, karena virginitasnya sudah terlanjur dicaplok pacarnya. Hanya untuk uang taksi dan belanja sedikit di toko, kebutuhan sehari-hari, baju atau apa saja, ia rela dibawa."
(Kompas, 29 September 1996)

Lagi-lagi perempuan sebagai contoh, ya.

Nah, kalau gitu lanjut tentang iklan perempuan di media.

Ini menjadi Manajemen Tubuh

Kata Ade Armando, tubuh perempuan menyangkut ukuran, bentuk, dan keserasian lebih penting daripada kualitas kemanusiaan ketika itu menyangkut media, agar media laku. Perempuan adalah santapan minat visual pria. Sejarah menunjukkan bahwa tidak ada kejenuhan terhadap ketelanjangan, tetapi butuh variasi-variasi ketelanjangan yang lain. Turunan dari ketelanjangan-ketelanjangan.

Hidup konsumen menciptakan kebudayaan hawa nafsu untuk kekayaan, popularitas, kekuasaan, dan seks. Inilah Ekonomi Libido, kata Baudillaurd.

Bagaimana menakarnya?

Seks dalam konteks norma patut dilihat sebagai keangkuhan kaum victorian, demikian kata Foucault. Maka seks itu tabu, dilarang membicarakannya, menutup mata, menyumbat telinga.
Represi untuk memaksakan kebungkaman menyeluruh dan patuh.

"Yasmin, aku tak tahu lagi apakah masih ada dosa. Seks terlalu indah. Barangkali karena itu Tuhan begitu cemburu sehingga Ia menyuruh Musa merajam orang-orang yang berzinah?"
(Ayu Utami, Saman,1998)