Sabtu, 19 April 2008

70 Tahun SMP Santo Yosef Lahat

Memaknai 70 Tahun SMP Santo Yosef Lahat

Rasanya sayang bila 70 tahun dilewati begitu saja. Angka 70 itu merupakan angka luar biasa bagi sebuah sekolah. Seumur-umur sekolah, cuma sekolah satu ini yang umurnya begitu panjang. SMA yang kulalui saja, tahun ini baru berumur 60 tahun. Apalagi universitas swasta yang kujalani, baru dalam digit kecil, juga universitas negri satu lagi yang kujalani juga umurnya tidak setua 70 tahun. Jadi saya membayangkan, betapa misi Santo Yosef di Lahat sudah diemban begitu lama. Ini sebuah angka luar biasa untuk dedikasi pendidikan.

Lahat sebenarnya dari dulu sudah diperhitungkan sebagai kota pendidikan. Santo Yosef (yang murid-muridnyo kito sering sebut Budak Santo Yosef –Sty) memiliki nama besar di Sumatera Selatan. Saya rasa semua rata-rata pasti mengenal Santo Yosef Lahat bila bermukin di Sumatera Selatan. [BTW, saya tidak tahu kalau kondisi mutakhir sekarang, setidaknya di jaman saya Santo Yosef belum ada duanya di Lahat]

Pada waktu dulu banyak teman-teman yang bukan dari Lahat tinggal di Lahat hanya untuk dapat sekolah di Sty. Dulu masih ada Asrama Laki-Laki St. Pius di Gereja Katolik St. Maria dan Asrama Perempuan Maria Goretti di dekat TK. [Setahu saya St. Pius sudah tidak ada lagi, dan Maria Goretti pun mungkin sudah jadi tempat tinggal suster ya?]

Dulu masuk ke Sty, ya jelas karena itu satu-satunya pilihan terbaik. Secara tradisional semua di keluarga saya pasti masuk Sty. Pun nyatanya sekarang anak saya pun masuk TK Sty. Semua masuk Sty, dan lucunya lagi semua saudara saya tidak ada yang lulus dari SMA Santo Yosef. Jadi kami semua sekeluarga adalah alumnus SMP Sty bukan SMA Sty.

Kembali memaknainya; ketika bermain kembali ke sekolah, saya melihat Sty yang sama persis dengan Sty yang saya lalui mungkin 20 tahunan yang lalu. Secara fisik tidak ada perubahan yang mendasar. Tapi saya sendiri tidak tahu apakah sarana fisik seperti perpustakaan, laboratorium baik fisika, biologi, sosial, atau bahasa sudah hadir di sana. Kadangkala sarana-sarana seperti itu sangat membantu pendidikan- selain juga ekskul- untuk menuju Sty yang “strive for excellent”. Tentu saja ini berorientasi supaya murid Sty selalu memiliki pendidikan yang sukses secara akademis.

Selain sukses akademis yang mungkin juga berbuntut pada sukses karir, pendidikan tidak serta merta persoalan nilai rapor. Dibalik itu adalah roh pendidikan itu sendiri. Sebenarnya apa yang saya tangkap dari roh pendidikan di Sty?

Pembinaan kepribadian. Selama di Sty setidaknya saya mengerti bahwa kita hidup bukan sendirian. No man is an island. Ada orang dan lingkungan sekitar kita. Buat apa kita sukses, tetapi itu adalah kebanggaan sendiri. Tidak perlu kita menjadi orang sukses bergelimang harta, setidaknya kita sukses untuk peduli minimal bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan kalo bisa masyarakat. Kita cukup jadi orang biasa saja, tapi bertanggung jawab untuk diri dan orang lain. Man for others.

Keunikan apa yang bisa kita lihat lagi dari sekolah yang disebut Sty itu? Mungkin teman-teman bisa share kan lagi bersama.

Secara internal baru itu yang bisa diomongin. Secara eksternal, maka kita bicara alumni.

Saya tidak tahu apakah sudah ada Ikatan Alumni? Walaupun sering sebuah ikatan alumni itu sebagai macam ompong, tetapi sebagai sebuah wadah iluni mestinya sesuatu organisasi yang dibutuhkan. Kalau bilang kata, yang penting wajannya ada dulu, baru dipikir mau masak apa.

Kalau toh sudah ada, adakah database mutakhir dari alumni-alumni. Misalnya sekarang ada di mana, kerja di mana, dsb. Setidaknya secara statistik kita bisa tahu, lulusan Sty ini pada mblandang ke mana aja. Ke kota mana saja. Preferensi kuliahnya ke mana aja. Kalau dari observasi awal kebanyakan lulusan Sty banyak lari kalau tidak ke Palembang ya ke Jakarta. Mengapa cuma sekian persen yang lari ke Yogya atau Surabaya misalnya untuk preferensi kuliahnya.

Sebagai perbandingan misalnya, sebagian besar dari alumni SMA saya banyak mengambil pendidikan lanjut di kota yang sama yaitu di Yogyakarta. Preferensi utama adalah UGM bila gagal maka akan mengambil Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Selanjutnya sebagian memilih Universitas Parahiyangan Bandung atau Universitas Petra Surabaya. Sedikit yang mengambil kuliah di Jakarta, misalnya, dengan alasan jauh dari tempat tinggal yang di Yogyakarta. Tetapi ketika kerja, maka sebagian besar memilih Jakarta sebagai tempat bekerja karena koneksi atau teman-teman sebagian besar ada di Jakarta. Dan teman menjadi alasan penting sebagai networking. Jadi networking merupakan kata kunci yang penting bagi alumni.

Berdirinya Milis Sty ini merupakan anugerah yang tak terkira sebagai komunitas dan komunikasi. Walau mungkin yang rajin mengisi sedikit, setidaknya banyak juga yang memonitor. Kalau bisa jumlah member di perbanyak. Kerjasama dengan pihak sekolah untuk melacak alumni-alumni yang ada. Bila perlu bagaimana Milis ini bisa segera dikenali oleh alumni yang lain, misalnya pasanglah badge/banner sebagai link ke milis ini di blog atau web milik kita. [Boz-boz yang pinter IT mungkin bisa nolong, aku dewek dak keruan caronyo. BTW, Sty udah punyo web sendiri belum seh?]

Akhirulkalam, mau kemanakah Sty diusianya yang sudah luar biasa ini?

Mari Bicara!!

Wassalam,

WeWe SMP’87

Kamis, 10 April 2008

Pagi Penuh Berkah

Hari ini aku mendapat ceramah. Ada beberapa kata kunci: Melly Gantung, Tidak Fokus, Bahasa Nyeleneh, Atraktif.

Ya, justru di dalam kekurangan i tulah berkah itu hadir.

Wassalam.

Seksualitas dalam Genggaman HP

Seksualitas dalam Genggaman HP

Luar biasa akhir-akhir ini. Kita bisa melihat ranah privat di ruang publik di mana-mana. Tidak Cuma sekelas mahasiswa tapi siswa sekalipun sudah pandai ber ekhibisionist lewat lensa mungil di HaPenya.

So, mau bicara moral?

Ah, basi……

Situasi kontemporer berubah dengan pesat dan mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Keren bo….. tech terkini, kok kagak kita manfaatin. Mumpung tuh bisa jadi artis sesaat….. publikasi….. ekshibisi…… gue bisa nonton kamu, kamu bisa nonton aku. Jadi kita tonton-tontonan….

Penilaian baik atau buruk akhirnya berubah. Kita ragu akan nilai lama, tapi kita juga tidak dapat merumuskan nilai baru.

Abu-abu.

Jadi kepriben kiye.

Bagaimana neh aku dapat bersikap kritis dan rasional. Aku mampu membentuk pendapatku sendiri. Terlebih bila aku lagi akil baliq. Bengong dah.

So, aku harus bersikap apa?

Papa… mama ….tolong dong.

Beliau-beliau aja bingung.

Jadi spiritualitas apa yang kita pegang?
Spritualitas yang mencintai seks?
Penyakit yang menganggap seks hanya urusan orgasme kesyahwatan belaka?
Daging melecehkan roh?
Atau roh melecehkan daging?
Ketubuhan atau kerohan?

Kalau etika mampu menjawab ini, bagaimana dia membantu aku yang abu-abu ini untuk bisa otonom dan mempertanggungjawabkan perbuatan aku sendiri, sementara aku sendiri tidak yakin dengan keputusannya.

Kenape Nasib Tetangga Lebih Baik dari Kite?

Ketika Kemalangan Menimpa Orang Saleh

Menanggapi Kushner (Kanisius:1987) menarik juga. Beliau cerita, bagaimana kita harus memandang sebuah bencana manakala justru terjadi pada orang-orang yang baik. Mengapa orang baik yang lebih cepat meninggal dan seringkali hal yang buruk terjadi pada orang baik, justru orang jahat tidak.

[Kalau begitu mending jadi bandit aja ya. Toh, kalo besok kita jadi orang baik, orang marfhum dan terima, ketimbang sebaliknya, akan lebih dihujat habis-habisan. Atau sekalian aja nunggu penebusan tiba-tiba – seperti pada kasus penjahat yang disalib bersama Yesus- langsung masuk surga hari itu juga, padahal hari sebelumnya dia itu durga]

Kushner ini mengatakan bahwa sebenarnya Tuhan tidak turut campur lho dalam penderitaan itu. Kalo kemudian ada perang di dunia, itu bukan karena Tuhan menghendaki, tapi dasar manusianya aja doyan perang. Kalo sekararng lagi ribut tentang global warming, itu emang salahnya manusia menghasilkan emisi. Kalo manusianya pintar mestinya pemimpinnya di masa lalu perhatian dong ama lingkungan.

Jadi penderitaan itu adalah nature alamiah, bukan karena perjudian Tuhan dengan nasib manusia, ataupun bukan karena Tuhan tidak melempar dadu tetapi sebagai grand design Tuhan. Tidak, Tuhan tidak mendesain bahwa si A akan jadi pesuruh, karena sebagai sebuah system dari grand design dia di takdirkan jadi pesuruh. Dan teman sesame kuliahnya si pesuruh, ternyata jadi juragan tembako di Temanggung karena memang sudah nasibnya dari sono dia digariskan untuk jadi sodagar.

Wah, kalo emang kayak gitu kita semua mau apply untuk jadi sodagar aja.

Tetapi….

Kita tahu dan kita harus terima bahwa dunia ini tidak adil. Dan tak akan pernah adil.

Permasalahannya adalah kenapa gue jadi pesuruh secara nature padahal gue udah kerja dengan darah, keringat, dan air mata. Selain itu bukan aja kerja keras tapi juga udah kerja pintar. Tapi kenapa nasib teman sekolah SMA ku jauh lebih baik dari aku, misalnya. Jalan-jalan keluar negeri. Kantor ber AC. Gaji dua digit, malah hamper tiga digit. Kalo aku gaji gigit….jari.

Mengapa?

Toh aku tidak kurang naturenya, aku kendalikan variablenya supaya yang nature itu mendukung (semesta mendukung), aku udah atur-atur supaya aku kepepet-pepet biar daya kreatifitas aku meletup-letup dan kekuatan senantiasa menyertaiku.

Nyatanya, tetanggaku pula yang jauh lebih berejeki?

Nah, lho.

[karena hari udah malem, gue masih harus nemenin tidur anak gue, besoooook aja lanjutin lage ya.]

Rabu, 09 April 2008

Banyak Penjahat di Dunia

Hari ini menegangkan. Seseorang aparatus telah mengocar-ngacirkan keadaan. Beliau adalah salah seorang broker ternyata. Susah berurusan kalo begini caranya.

Selasa, 08 April 2008

Hari Ini, Hari Memulai

Dari seribu tujuan, dari seribu keingingan, hanya satu: mulai dari langkah pertama. Akhirnya, seperti orang katrok dan gatek, hari ini aku punya blog sendiri. Kalian taulah sendiri, tinggal di kota kecil, mana lagi di Indonesia, kapan bisa on line sewaktu-waktu dengan biaya rendah.

Jadi setelah sekian lama, dimulai langkah pertama saya. Jadi saya minta dukungan, kunjungi, baca, kunjungi, baca, dan komentarilah. Seperti artis, tanpa fans seperti kalian, apalah daku. Whakakakaka.